Kalimat Tahlil

Pesan

Menu

Kamis, 11 Agustus 2011

Misi Menguak Rahasia Jupiter



Tiga panel surya itu bagaikan bilah-bilah sebuah kincir angin. Namun berbeda dengan kincir angin yang berputar untuk membangkitkan listrik, panel surya yang terpasang pada wahana antariksa Juno itu akan menangkap dan mengubah cahaya matahari menjadi listrik 400 watt.



Tenaga listrik itu akan digunakan oleh Juno, yang diluncurkan di atas roket nirawak Atlas V dari Cape Canaveral, Florida, Jumat pekan lalu, untuk menjalankan misi ke Jupiter. Bermodalkan panel surya seukuran traktor atau truk trailer untuk memasok energi yang diperlukan selama perjalanan 3,2 miliar kilometer menuju tata surya terluar, Juno akan menjadi wahana penyelidik terjauh yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi.



Keputusan untuk memilih cahaya matahari sebagai sumber tenaga Juno sebenarnya terjadi secara tidak sengaja, lebih karena alasan praktis ketimbang alasan ramah lingkungan. Satu dekade lampau, tak ada generator berbahan bakar plutonium yang tersedia bagi Bolton dan timnya di San Antonio sehingga mereka memilih panel surya daripada mengembangkan sumber nuklir baru yang mahal dan berpotensi menunda selesainya wahana itu karena harus mengembangkan teknologi baru.



“Bagus juga menjadi 'hijau', tapi itu bukan karena kami takut menggunakan plutonium,” kata ahli astrofisika Southwest Research Institute, Scott Bolton, yang terlibat dalam pembuatan wahana tersebut.



Keberanian menggunakan unsur radioaktif dibuktikan pada sumber energi yang digunakan wahana Mars NASA Curiosity, yang akan diluncurkan pada November mendatang. Laboratorium sains berjalan itu akan menggunakan 4,5 kilogram plutonium sebagai sumber tenaga.



Penggunaan plutonium kerap dikhawatirkan akan membahayakan keselamatan umum jika terjadi ledakan. Misi NASA lainnya, Grail, yang terdiri atas dua wahana kembar yang akan diluncurkan ke bulan pada bulan depan, menggunakan panel surya sebagai sumber tenaga.



Masing-masing sayap dari ketiga panel surya Juno panjangnya 8,8 meter dan lebar 2,7 meter. Ketiga sayap itu sangat diperlukan karena Jupiter hanya menerima cahaya matahari 25 kali lebih rendah ketimbang Bumi.



Panel surya, yang terlipat pada saat peluncuran, mencuat dari wahana itu seperti bilah kincir angin. Setibanya di Jupiter, hampir 800 juta kilometer dari matahari, panel surya itu akan menyediakan listrik bagi Juno sebesar 400 watt. Jumlah itu sangat kecil karena ketika mengorbit di sekitar Bumi, panel semacam itu dapat membangkitkan tenaga hingga 35 kali lipat.



Peluncuran wahana bertenaga matahari itu hanya berjarak dua pekan setelah penerbangan pesawat ulang-alik NASA yang terakhir. Pensiunnya pesawat ulang-alik memberikan daya tarik ekstra pada perjalanan menuju planet terbesar dan ada kemungkinan yang tertua dalam tata surya tersebut. Program senilai US$ 1,1 miliar itu adalah misi pertama dari tiga misi astronomi yang akan dilaksanakan NASA dalam empat bulan berikutnya.



Setelah beberapa kali wahana NASA dikirimkan untuk mempelajari planet itu, para peneliti berharap dapat mengetahui asal usul planet raksasa tersebut melalui eksplorasi Juno. Jupiter, yang terbentuk dari gas, sangat berbeda dengan Bumi atau Mars, yang terbentuk dari batu.



Sebelum Juno mendatangi Jupiter, delapan wahana robotik pernah terbang atau mendekati Jupiter dan deretan bulannya, yang berjumlah 64, sejak 1970-an. Mulai wahana Voyagers dan Pioneers, Galileo, Ulysses, Cassini, sampai New Horizons, yang melewati planet itu pada 2007, ketika wahana tersebut hendak menuju planet kerdil Pluto.



“Ini adalah era baru,” kata Jim Green, Direktur Ilmu Planet NASA. “Manusia berencana untuk berkelana di luar orbit rendah Bumi. Ketika kita melakukannya, perjalanan itu tidak seperti ‘Star Trek’, tidak pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi manusia sebelumnya.”



Bolton, yang juga peneliti utama Juno, mengatakan misi ini sangat penting untuk membuktikan bahwa NASA tetap berjalan seperti biasa setelah berakhirnya pesawat ulang-alik. “Jika kita akan mempelajari siapa kita dan dari mana kita berasal, serta bagaimana bumi bekerja, kita harus tetap melaksanakan misi sains seperti ini, bukan cuma Juno,” ujar Bolton.



Dalam cetak biru program kerja NASA, badan antariksa itu akan mengirimkan astronotnya mencapai asteroid pada 2025, juga ke planet tetangga Bumi, Mars, pada satu dasawarsa berikutnya, meski dibayangi ketidakpastian tentang roket yang akan digunakan untuk melaksanakan misi tersebut. Kesuksesan Juno akan menjadi pertanda baik bagi semua jenis misi yang menggunakan tenaga surya di masa depan.



Dari Bumi, Jupiter memang hanya dibatasi oleh planet Mars, tapi planet itu lumayan jauh sehingga digolongkan sebagai tata surya terluar. Butuh waktu lima tahun bagi Juno untuk mencapai targetnya, lima kali lipat lebih jauh dari matahari ketimbang Bumi.



Belum pernah ada wahana bertenaga matahari yang pernah menjelajah sejauh itu. Perjalanan terjauh Rosetta, wahana pemburu komet bertenaga surya milik Eropa, hanya mencapai sabuk asteroid di antara orbit Mars dan Jupiter.



Juno, yang diambil dari nama istri dewa Romawi, Jupiter, akan mengorbit dalam bentuk oval di sekitar kutub Jupiter pada Juli 2016, setelah melakukan perjalanan sejauh 2,8 miliar kilometer. Wahana itu akan terbang memasuki puncak awan tebal yang menyelimuti Jupiter sedalam 5.000 kilometer, jauh lebih dekat dibanding wahana antariksa sebelumnya. Bila terbang lebih dekat lagi, Juno akan merasakan gaya tarik atmosfer planet itu, yang akan mengubah jalur orbit dan menghambat eksperimen gravitasinya.



Wahana antariksa yang terbang berputar itu akan mengelilingi Jupiter selama satu tahun. Juno akan mengirim data yang membantu menjelaskan komposisi misterius di dalam planet itu. Setiap orbit akan berlangsung selama 11 hari. Jadi, dari 33 orbit yang akan dilakukannya, Juno akan menempuh jarak 560 juta kilometer.



Untuk mendukung misinya, Juno dilengkapi dengan sembilan instrumen, termasuk JunoCam, sebuah kamera bersudut lebar yang akan memancarkan foto-foto kutub dan puncak awan Jupiter dalam tiga panjang gelombang merah, hijau, dan biru untuk dipelajari para peneliti di Bumi.



Perangkat elektronik Juno yang paling sensitif berada di dalam sebuah kubah titanium untuk melindunginya dari radiasi yang luar biasa di sekeliling planet. Paparan radiasi akan semakin buruk pada akhir misi. “Pada dasarnya kami mengirim sebuah tank lapis baja ke Jupiter,” kata Bolton.



Para ilmuwan yakin Jupiter terbentuk dari sebagian besar massa yang tersisa dari pembentukan matahari. Hal itulah yang membuat Jupiter sangat menarik. Dengan mengidentifikasi komposisi planet, selain gas hidrogen dan helium, para astronom berharap dapat menjelaskan dengan lebih akurat bagaimana sebuah tata surya tercipta.



“Kami ingin mengetahui daftar seluruh unsur yang membentuk planet itu,” kata Bolton. “Apa yang kami buru sebenarnya adalah resep membuat planet.”



Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Juno akan mempelajari gravitasi dan medan magnetik Jupiter, termasuk atmosfernya yang diliputi awan tebal dan turbulen yang dapat menghasilkan angin berkecepatan 480 kilometer per jam dan hurikan dua kali lipat ukuran Bumi. Eksperimen ini juga akan menyelidiki kandungan air dan oksigen dalam atmosfer Jupiter dan membantu memastikan apakah inti planet tersebut bersifat padat atau gas.



Setelah menuntaskan tugasnya pada 2017, Juno akan “bunuh diri” dengan menabrakkan diri ke Jupiter. NASA tidak ingin wahana itu melayang tak tentu arah dan menabrak Europa atau bulan Jupiter lainnya, serta mengkontaminasi satelit yang suatu saat ada kemungkinan dikunjungi para penjelajah generasi mendatang
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :